OpenShift, Mantan Terindah yang Pergi Meninggalkan Luka Penuh dengan Darah

D (dia): "Bang, ini undangan pernikahanku besok tanggal 30 September 2017. Maaf, kita gak bisa bersama lagi."
S (saya): "Ta...tapi.. Kita kan masih pacaran?"
D (dia): "Sekali lagi maaf bang. Kemarin ada seseorang yang melamar aku, dan aku gak bisa menolak niat baik seseorang yang baik pula."
S (saya): "Ja...ja... Jancuk!!@@@"

Itu adalah gambaran Openshift saat ini (nggak usah baper cuk). Kemarin, Openshift mengumumkan akan mengakhiri layanan Openshift 2 pada 30 September 2017 dan menyarankan semua pelanggan untuk migrasi ke Openshift 3.[1] Oh Lord, waktu yang teramat singkat untuk migrasi sebuah aplikasi produksi. Ya, tidak semua pengguna Openshift 2 adalah pencari gratisan yang bisa ditinggalkan begitu saja, apalagi pas lagi sayang-sayangnya. Mungkin iya ini demi kebaikan bersama. Openshift juga berniat meningkatkan layanan dan performa lewat produk baru mereka, Openshift 3. Namun, memberikan tenggang waktu hanya satu bulan untuk migrasi bukanlah hal yang baik.

Bayangkan saja jika ada yang menggunakan Openshift 2 untuk, misalnya ERP. Apa cukup sebulan untuk melakukan deployment, testing, dan lain-lain hingga applikasi tersebut bisa berjalan dengan baik di platform yang baru itu?

Untungnya, saya hanyalah pengguna gratisan di Openshift 2 yang saya pakai untuk host blog ini dan terpaksa berpaling karena Openshift 3 versi gratisan sungguhlah tidak memuaskan.[2]

Dari kejadian ini bisa kita ambil hikmahnya bahwasannya apa yang kita jaga selama ini bisa saja meninggalkan kita tanpa alasan yang jelas. Jadi cintailah sesuatu ala kadarnya saja dan tidak perlu berlebihan.


  1. https://blog.openshift.com/migrate-to-v3-v2-eol/ ↩︎

  2. https://www.openshift.com/pricing/index.html ↩︎